"SANTRI ITU KUNO DAN KOLOT, MANA BISA JADI MENTERI"


Doc istimewa
Waktu aku masih sekolah SD, aku pernah jadi bahan tertawaan banyak orang karena menyebut cita-citaku dengan penuh percaya diri, “Aku mau jadi menteri”. Gara-garanya, aku terinspirasi para menteri kabinet pembangunan yang nama-nama dan fotonya banyak terpampang di sampul buku tulis yang dijual umum. Waktu itu aku hafal nama semua menteri dan departemen yang dipimpinnya.
Setelah puas menertawakanku, salah satu di antara mereka, seseorang yang cukup terpandang mengatakan padaku, “Mimpi setinggi langit.... nggak mungkin kesampaian, paling-paling tamat SD kamu mondok, mana ada menteri yang tamatan pondok, paling-paling baru sebentar di pondok sudah disuruh nikah, habis itu ngurusin anak, jadi menteri itu harus sarjana, Drs, profesor, doktor, mana ada yang kyai atau nyai”

Lidahku kelu saat itu. Malu dan sedih. Malu karena ditertawakan, sedih karena aku tahu suatu saat nanti aku akan mondok, berarti cita-citaku jadi menteri tidak akan tercapai. Mereka melanjutkan, katanya mondok akan menjadikan aku terbelakang, kolot, tidak maju, “Sayang sekali kalau anak pintar harus mondok, kalo besar nggak bisa apa-apa, apa-apa nggak boleh, gimana mau maju”
Tetapi, beberapa tahun kemudian, setelah aku benar-benar belajar di pondok, salah satu kyai yang mengajar di kelasku memberi nasehat yang membakar, “Jangan puas hanya tahu Cilacap, jangan puas hanya tau Jawa. Dunia ini sangat luas, kalian harus bercita-cita melangkahkan kaki sejauh mungkin, kaji ilmu sebanyak-banyaknya, setelah itu berikan pengabdian dan manfaat seluas-luasnya. Jangan percaya kalau perempuan hanya bisa berperan di rumah, hanya bisa memasak dan mengurus cucian, karena di luar sana ada banyak perempuan hebat yang mampu menjalankan kepemimpinan dengan gemilang, apalagi perempuan alumni pondok pesantren, harus mampu mewarnai dunia, harus mampu menebarkan semangat kesantrian kepada masyarakat di sekitarnya? Apa itu semangat kesantrian, tidak lain adalah akhlak yang mulia, semangat tauhid, cinta ilmu pengetahuan, hidup sederhana dan semangat patriotisme, semangat mewujudkan cita-cita para syuhada yang telah mewakafkan jiwa raganya untuk tanah air”

Bayangan buruk bahwa santri kelak tidak akan menjadi apa-apa perlahan hilang, berganti semangat bahwa dengan kemauan dan usaha yang kuat, santri tidak akan kalah langkah dengan kaum pelajar di sekolah-sekolah modern. Aku lebih bersemangat karena santri justru akan memiliki nilai tambah berupa akhlak yang mulia, yang ajarannya bersumber dari kitab suci dan ajaran para ulama.
Beberapa tahun kemudian, langkah lebar itu kuayunkan... Menyandang baju sebagai alumni pesantren, ternyata memberiku lebih banyak kemudahan meraih apa yang kucita-citakan, karena aku terlatih lebih mandiri, lebih berani menghadapi tantangan dan hambatan, dikenalkan dengan lebih banyak cabang ilmu, meskipun pada perjalanannya “menjadi menteri” tidak lagi kuagendakan dalam kolom cita-cita.

Aku membelokkan cita-citaku menjadi akademisi setelah merasakan manisnya majelis ilmu pengetahuan di perguruan tinggi. Soal banyak menteri yang ternyata punya latar belakang sebagai akademisi, itu di luar pembahasan. Yang jelas, ternyata juga, tidak sedikit menteri yang berpendidikan pondok pesantren, sehingga olok-olok dan tertawaan mereka dulu tidak lebih merupakan stigma negatif yang dilekatkan pada santri tapi diyakini oleh sebagian orang sebagai kebenaran.

Aku bahagia pernah tercatat sebagai santri. Dan hingga saat ini, meskipun tidak lagi lekat dengan atribut santri, aku masih merasa sebagai santri, dan merasa menyandang amanat untuk menyebarluaskan semangat kesantrian, yaitu akhlak mulia, cinta ilmu, ajaran tauhid, kesahajaan dan cinta tanah air.

Selamat Hari Santri 2015Terus nyalakan semangat perlawanan terhadap penindasan, sebagaimana yang telah disejarahkan oleh para ulama dan santri-santri terdahulu


0 Response to ""SANTRI ITU KUNO DAN KOLOT, MANA BISA JADI MENTERI""

Posting Komentar

Pengunjung Blog