YANG LEBIH MAHAL DARIPADA UANG

Dua mingguan yang lalu, aku diminta menjadi narasumber talk show dengan tema Muda Penuh Aksi. Talk show ini diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Ekonomi Syariah kampusku. Narasumber lain merupakan perwakilan dari Dinas Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dan Dinas Perindustrian dan Koperasi serta seorang mahasiswi yang sukses berbisnis gamis desainnya sendiri melalui sistem online. Ia memanfaatkan media sosial untuk berjualan sehingga tidak perlu mengeluarkan modal untuk membangun atau menyewa toko. Katanya, “Dengan berjualan online, HP dan Facebook kita jadi lebih bermanfaat”

Aku sangat terkagum-kagum padanya, umurnya baru 20 tahun, kuliahnya baru semester 5, tetapi mampu memimpin perusahaan dengan omset ratusan juta perbulan, memberdayakan 40 lebih penjahit di Tulungagung, dan sangat kreatif menciptakan desain-desain gamis yang indah. Tentu saja, sebagai akademisi aku memberikan apresiasi yang sangat tulus untuk prestasinya yang terbilang langka itu. Pada saat banyak mahasiswa lain tiap bulan meminta kiriman rutin dari orang tuanya, bahkan setelah lulus banyak yang bingung mau kerja apa, dia sudah mampu mandiri, bahkan menciptakan lapangan kerja untuk banyak orang. Aku mengajak mahasiswa lain untuk belajar dari pengalamannya, yakni mendayagunakan sebaik-baiknya potensi yang diberikan Tuhan agar berkembang maksimal. Dukungan teknologi komunikasi yang selalu makin canggih dapat dimanfaatkan untuk memberikan dan mendapatkan manfaat.

Terkait dengan kata-kataku itu, kemarin ada yang “komplain” padaku.

“Kamu mendukung mahasiswa jualan di media sosial, katanya agar media sosial lebih bermanfaat, tapi kamu diajak jualan tidak pernah mau. Tidak konsisten”

Aku kaget mendengar kata-katanya. Dia memang pernah mengajakku mengikuti langkahnya menjadi agen suatu produk, tapi aku tidak bersedia, padahal menurutnya keuntungannya lumayan besar.

“Siapa bilang aku tidak mau jualan?”, sanggahku.

“Mana? Kamu hanya nulis artikel yang panjangnya kaya koran, tulisan yang tidak mendatangkan uang, tidak ada keuntungannya, tidak ada yang mau beli”

Aku tertawa. Geli dengan logika pikirnya yang melulu soal uang.

“Ada yang mendapat manfaat dan keuntungan berupa uang karena berjualan produk. Itu sangat baik.
Sedangkan aku memilih berjualan gagasan dan pemikiran. Aku dibayar sangat mahal, seringkali nilainya lebih dari uang, yaitu kebahagiaan”

“Abstrak. Bahagia itu subjektif, tidak kongkrit”

Mungkin betul, bahagia kesannya abstrak dan tidak jelas. Tapi buatku, bahagia sangat jelas, yaitu perasaan hangat dalam hati yang menjalar ke seluruh tubuh hingga membuat mata lebih berbinar, bibir tergerak bersenyum dan hidup terasa lebih berharga. Aku sangat bahagia ketika gagasanku dibeli pembaca. Memang bukan dengan uang, sehingga tidak dapat dihitung secara matematis.
Aku dibayar dengan pengakuan-pengakuan orang yang berubah setelah membaca tulisanku. Ada yang berubah cara pandangnya terhadap suatu hal, ada yang berubah dari lemah menjadi berdaya, ada yang berubah sikapnya menjadi lebih menghargai sesama, ada yang berubah menjadi lebih dermawan. Ini beberapa contohnya:

“Terima kasih Mba, sejak baca tulisan Mba tentang kekerasan terhadap anak, sikap saya berubah drastis pada anak, sekarang saya tidak pernah lagi membentakbentak, memukul, menjewer atau mencubit anak saya, kalau dia susah dikendalikan saya peluk dan belai, alhamdulilah dia sekarang lebih mudah dibilangin, tidak melawan terus. Saya menyesal pernah menyakitinya, saya akan menebusnya dengan kasih sayang agar dia tumbuh sehat lahir batin”

“Saya pernah bacakan status Mba Zulfa pada suami, tentang hak istri untuk berpendapat. Setelah itu dia baca-baca buku, dan alhamdulilah, sekarang dia lebih menghargai saya. Tidak otoriter membuat keputusan sendiri, lebih sering tanya saya dulu, lalu kami bermusyawarah, kadang-kadang pendapat saya dipakai. Saya senang sekali, dia memimpin keluarga dengan lebih baik, menghargai keberadaan istri”

“Saya sudah lama memendam rasa tidak nyaman karena sering dilecehkan atasan, dia sering colek-colek saya, atau sok akrab sentuh-sentuh tubuh saya sambil bercanda. Semula saya takut menegurnya, tapi setelah baca status Mba saya jadi berani, saya niati jihad. Alhamdulilah, dengan pertolongan Allah dia mau merespon keberatan saya, sekarang tidak pernah lagi melakukannya”

“Saya dulu sangat perhitungan, kalau mau sedekah terbayang-bayang rencana belanja yang dibatalkan karena uangnya disedekahkan, akhirnya jarang sekali sedekah. Tapi, setelah baca status Mba tentang bahagianya berbagi, sekarang saya prioritaskan anggaran untuk dibagi dengan tetangga-tetangga saya yang miskin dan yatim. Alhamdulilah, melihat mereka tersenyum saya bahagia sekali.
Saya tidak lagi memikirkan uang yang berpindah ke mereka, tapi mensyukuri kesempatan membahagiakan mereka. Ternyata benar, saya tidak jatuh miskin karena sedekah”

Masih banyak pernyataan lain tentang perubahan yang disampaikan pembaca padaku. Buatku, harga perubahan itu lebih mahal dari uang berapapun. Oleh karena itu, aku terus ingin melakukannya. Ada begitu banyak perubahan yang aku dambakan, antara lain perubahan agar setiap orang dihargai karena kemanusiannya, diperlakukan setara tanpa diskriminasi, terlepas apakah dia kaya atau miskin, laki-laki atau perempuan, difabel atau tidak, beragama sama denganku atau tidak, bahkan tidak beragama sekalipun. Aku mendambakan perubahan agar kekerasan terhadap perempuan dan anak ditiadakan dari muka bumi. Dan aku harus melakukan sesuatu untuk mengupayakan perubahan itu.

“Mengapa tidak menulis artikel sekaligus berjualan? Kan manfaatnya ganda.. “

Setiap orang bebas memilih akan menjemput rizki melalui jalan apa. Tidak melulu yang tidak mengambil suatu jalan, dapat dikatakan menyia-nyiakan kesempatan. Adakalanya, dengan berambisi mengambil semua kesempatan, dia justru kehilangan kesempatan yang telah di tangan, sedangkan yang istiqomah menapaki jalan tertentu secara serius, bisa jadi akan lebih sukses.

ANTARA PASAR, LANTAI DAN DAPUR


Pagi tadi aku pergi ke pasar berdua. Agar cepat selesai, di beberapa tempat kami berpisah berbagi tugas. Tidak menyangka, beberapa pedagang yang kukenal berkomentar begini:

“Mba, kok tumben pasar, biasanya masnya…”

“Monggo Mba udangnya, kok nggak sama suaminya, biasanya dia belanja di sini”

“Jamurnya Mba… bapak sering cari loh”

Aku tertawa dalam hati. Suamiku tercinta rupanya cukup popular di pasar, terutama di kalangan ibu-ibu pedagang. Yang menarik, ketika sudah hampir pulang kami bersama melewati para pedagang ayam, satu di antara mereka menawari, “Mari… ada ayam kampung Pak”, sedangkan yang tidak jual ayam kampung tidak menawari, hanya tersenyum menyapa. Wah… mereka bahkan sangat hafal apa yang biasa dibeli dan apa yang tidak pernah. Kebetulan aku memang ingin beli ayam kampung, tapi tidak bawa uang sedikitpun. Ketika minta padanya, dia bilang nanti saja balik lagi, uangnya sudah habis.

Tiba-tiba, penjualnya berkata: “Nggak papa bawa aja, uangnya bisa kapan-kapan”, lalu sekilo ayam kampung diberikan padaku. Aku tersenyum senang, kecipratan berkahnya orang yang sering ke pasar, berkah dipercaya. Tentang kesediaannya belanja ke pasar, pernah disangka orang sebagai keterpaksaan karena aku tidak di rumah. Padahal tidak, karena walaupun aku di rumah ia juga tetap sering ke pasar. Tidak jarang, sepulang dari pasar ia cerita, katanya tadi ditanya sesama pengunjung, mengapa belanja sendiri, istrinya kemana. Katanya, orang yang bertanya sering tampak bingung ketika dijawab, “Istri saya ada di rumah, sedang baca buku”, atau, “Di rumah kok, sedang menulis”.
Suatu hari, ia pulang dari pasar dan di rumah sudah ada dua mahasiswi yang sudah menunggu untuk bimbingan skripsi. Melihat dia pulang dengan dua tangannya membawa tas berisi sayuran, buah-buahan dan bumbu, mereka menyambut setengah berteriak, “Ya Alloh… Bapak belanja sendiri… Kok bukan Ibu yang berangkat?”

 “Tidak apa-apa donk, memangnya tidak boleh?”

“Aneh Pak… belanja dapur kan urusan perempuan. Masa Bapak tidak malu”

“Kenapa harus malu, kalau ini disebut pekerjaan perempuan berarti saya bantu istri donk, bantu istri kan perbuatan yang baik. Tapi saya tidak menyebutnya pekerjaan perempuan, ini kebutuhan bersama, bisa dilakukan bergantian, kebetulan sekarang istri saya sibuk baca buku, jadi saya yang berangkat, kalau perlu saya juga yang masak, biar dia belajar dengan baik, bisa mengajar dengan kualitas yang baik. Kalau tidak boleh belajar, apa donk yang mau diajarkan ke mahasiswanya?”

“Waduh Pak… seandainya suami saya begitu.. pasti saya bahagia sekali. Saya pusing bagi waktu antara nulis skripsi, ngerjakan tugas sebagai guru sama pekerjaan rumah, semua saya kerjakan sendiri, belum juga ngurus anak. Suami saya mana mau bantu, walaupun punya waktu ia lebih suka nonton TV atau tidur”

“Apalagi saya Pak, saya kan kepala sekolah, pekerjaan di sekolah menumpuk, bermacam-macam rapat harus diikuti, tapi di rumah ketemu semua pekerjaan. Kata suami, itu resiko jadi wanita karir, tidak boleh dihindari. Kalau suami saya punya pikiran seperti Bapak, saya pasti akan sangat terbantu”

Dari ruang dalam, aku tertawa mendengarnya, curhat nih yee… . Tadi mengatakan aneh, sekarang memberi pujian dan menginginkan. Aku segera keluar, mengantar minuman untuk mereka, sebagai ucapan terima kasih karena “pemihakannya” padaku.

Dialog persis semacam ini juga pernah terjadi saat ada mahasiswa ibu-ibu yang mau minta tanda tangan pengesahan skripsi dan mendapati suamiku sedang mengepel lantai ruang tamu. Lagi-lagi ia “membela”-ku dengan sangat manis. “Saya meyakini bahwa ngepel bukan pekerjaan istri, rujukannya hadis yang diriwayatkan Sahabat Umar. Ngepel bisa dilakukan siapa saja, asal mau”.

“Iya sih Pak, tapi kata suami saya kalau suami memerintahkan istri ngepel ya otomatis jadi kewajiban istri, karena kata agama istri wajib patuh terhadap perintah suaminya”

“Wah… Enak sekali ya kalau begitu. Ibarat presiden mengangkat menteri, seharusnya tugasnya bantu di pemerintahan, tapi malah memerintahkan menterinya untuk nyapu dan ngepel istana, apa tepat?”

“Lalu, yang tepat gimana Pak?”

“Menurut saya dimusyawarahkan, siapa bisa melakukan apa, bukan diperintahkan begitu saja. Kalau istri keberatan, misalnya dia lelah, tidak enak badan, sibuk, atau ada urusan yang lebih penting, suami harus memahami, harus pengertian, tidak boleh memaksakan perintah, apalagi atas nama agama”.
Aku cinta banget dengan pikirannya yang tidak mainstream itu. Suatu saat ia pernah diolok-olok teman karena memasak untuk makan siang, sedangkan aku istirahat di kamar.

“Korban emansipasi wanita, itu resiko punya istri aktivis gender ya… masak sendiri. Makanya aku nggak mau nikah sama mantanku yang aktivis gender, bakal sengsara, ditinggal-tinggal terus, atau disuruh masak, nyuci, ngurus anak, apa gunanya punya istri”

“Jangan salah. Istriku masih sekolah SD, aku sudah ikut training gender tingkat nasional. Justru itu yang membuat aku punya kesadaran untuk memperlakukan perempuan dengan sebaik-baiknya. Istri harus dibebaskan dari beban-beban berlebihan. Itu bisa terjadi kalau suami sadar untuk berbagi tanggung jawab. Istri juga harus dibebaskan untuk berkembang sesuai potensinya, sehingga bisa bermanfaat untuk sebanyak-banyaknya orang, dan itu hanya terjadi kalau suami mendukungnya setulus hati”.

Beribu terima kasih kupersembahkan untuk suamiku… kekasihku… sahabatku…. rekan kerjaku…. Ketulusannya membuat dunia serasa taman bunga yang tak berhenti merona.
TUGAS PENGGANTI KETIDAKHADIRAN  DAN KETERLAMBATAN SEBAGAI SYARAT MENGIKUTI UAS

TUGAS PENGGANTI KETIDAKHADIRAN DAN KETERLAMBATAN SEBAGAI SYARAT MENGIKUTI UAS


1.       Tugas pengganti untuk Saudara Muhammad Tajud, mahasiswa HES 5, mata kuliah Hukum Perlindungan Konsumen.
a.       Buatlah makalah tentang perlindungan konsumen bidang kesehatan. Ketentuan makalah sama dengan ketentuan makalah untuk kelompok. Diunggah di blog paling lambat pada 10 Desember 2015.
Setelah diunggah, kabari teman-teman agar berkunjung ke blog Saudara. Berilah tanggapan ilmiah terhadap komentar teman-teman.
b.      Buatlah makalah tentang perlindungan konsumen bidang kesehatan. Ketentuan makalah sama dengan ketentuan makalah untuk kelompok. Diunggah di blog paling lambat pada 16 Desember 2015.

2.       Tugas pengganti untuk Saudara Adi Sutrisno, mahasiswa HES 3B, mata kuliah Sosiologi Hukum.
a.       Tulislah artikel tentang penegakan hukum. Anda dapat memilih salah satu bidang hukum yang Anda minati, misalnya hukum lalu lintas, korupsi, KDRT, dan lain-lain. Artikel minimal memuat realitas penegakan hukum dalam bidang yang Anda pilih, dan analisislah berdasarkan teori-teori penegakan hukum yang dipelajari dalam perkuliahan, termasuk faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum tersebut. Artikel diunggah paling lambat tanggal
b.      Tulislah artikel tentang penegakan hukum. Anda dapat memilih salah satu bidang hukum yang Anda minati, misalnya hukum lalu lintas, korupsi, KDRT, dan lain-lain. Artikel minimal memuat realitas kepatuhan masyarakat dalam bidang yang Anda pilih, dan analisislah berdasarkan teori-teori yang dipelajari dalam perkuliahan.

3.       Tugas pengganti untuk mahasiswa HES 3 A/B/C yang terlambat datang kuliah dan tidak masuk tanpa ijin lebih dari tiga kali.
Bacalah peraturan-peraturan kampus di Kode Etik Mahasiswa IAIN Tulungagung. Lakukan wawancara dengan 10 mahasiswa tentang kepatuhan mereka terhadap etika kampus dalam bab larangan bagi mahasiswa.  Berdasarkan hasil wawancara, buatlah artikel minimal 800 kata tentang kepatuhan mahasiswa terhadap Kode Etik Mahasiswa, berisi narasi laporan wawancara dan analisis berdasarkan teori-teori kepatuhan masyarakat terhadap hukum.


 Selamat mengerjakan, semoga sukses.

UTS ILMU NEGARA UNTUK MAHASISWA HTN 1B



1.       Kelompok 1 : Asia – kecuali Indonesia
2.       Kelompok 2 : Amerika
3.       Kelompok 3 : Afrika
4.       Kelompok 4 : Eropa
5.       Kelompok 5 : Australia dan Pasifik

Pembagian kelompok diserahkan kepada ketua kelas dengan cara undian.

Tugas:
Laukan bersama anggota kelompok:
1.       Inventarisirlah nama semua negara di benua atau kawasan sesuai kelompoknya.
2.       Klasifikasikan negara-negara tersebut berdasarkan bentuk negara dan bentuk pemerintahan berdasarkan teori modern.
3.       Sebutkan nama kepala negara dan kepala pemerintahan masing-masing negara selama lima tahun terakhir.

Lakukan secara indiidu:
4.       Buatlah artikel minimal 1500 kata tentang salah satu negara dalam kawasan tersebut yang meliputi sejarah terbentuknya negara tersebut, situasi saat ini: kesejahteraan rakyat, keamanan, ekonomi, pendidikan, kependudukan dan kebijakan luar negeri. Lengkapi dengan analisis dengan teori kedaulatan dan teori tripartit Aristoteles dan Plato. Pemilihan negara tidak boleh sama antar anggota kelompok.
5.       Kunjungilah blog teman dari kelompok lain, minimal satu blog tiap benua dan tinggalkan komentar Anda di masing-masing blog yang telah dikunjungi.


Terakhir pengumpulan tugas 30 November 2015


DUSTA YANG SEDUSTA-DUSTANYA (Pray for Paris)


Dulu sekali, tahun 1995, aku dan beberapa temanku jalan-jalan ke toko swalayan paling besar di kotaku. Saat itu, kami baru saja masuk Madrasah Aliyah dan tinggal di pesantren.

Ketika memasuki area alat tulis, salah seorang temanku berbisik, “Kita halal loh mencuri disini, ini kan tokonya orang kafir”

“Oh ya? Kamu kata siapa?”

“Kata guruku ngajiku di kampung. Orang kafir kan musuh Islam, jadi kita boleh ambil barangnya tanpa harus bayar”

“Iya ya… orang kafir kan jahat, kita ambil aja barangnya”

“Nanti kalo ketahuan gimana? Kita bisa ditangkap”

“Hati-hati, ini kan jihad melawan orang kafir”

Teman-teman tahu apa yang terjadi setelah itu?

Aku diam-diam mengambil lima helai perangko harga 1000-an, perangko itu dimasukkan ke dalam amplop dan kertas surat wangi bergambar bunga, lalu direkatkan lagi sampul plastiknya. Yang dibayar hanya amplop dan kertas suratnya. Entah bagaimana ceritanya, waktu itu perangko ditaruh begitu saja bersama barang lain, tidak perlu pakai nota untuk membelinya.

Salah seorang temanku mengambil pulpen warna biru muda keemasan, pulpen yang tidak dijual di toko lain, dimasukkan dalam kotak pensil. Yang dibayar hanya kotak pensilnya.

Salah seorang temanku yang lain mengambil stabilo warna hijau muda, dititipkan di kotak pensil teman sebelumnya.

Seorang teman yang lainnya, bersikukuh tidak mau mencuri, alasannya, “Takut dosa, takut ditangkap satpam”

Esok harinya, kami pamerkan barang-barang curian itu dengan bangganya kepada teman-teman sekelas. Ada yang ikut bangga atas “jihad” kami, tapi lebih banyak yang memarahi, menyalahkan dan mengecam. Itulah sekelumit pengalaman kelamku di masa muda. Ternyata benar, masa muda adalah sebuah fase yang sangat mudah dipengaruhi, terutama jika pengaruh itu mengatasnamakan hal-hal yang sensitive, termasuk agama.

Di kemudian hari aku banyak membaca buku tentang Islam dan hubungan antar agama. Aku menemukan dalil yang sangat masuk akal, bahwa sesame manusia harus melindungi manusia lain, bahwa tidak ada dalil yang membolehkan aku sebagai muslim mengambil hak orang lain, apapun agamanya. Justru, semua inti syariat Islam adalah: melindungi keyakinan, melindungi jiwa, melindungi harta, melindungi kehormatan dan keturunan, melindungi akal. Bukan hanya melindungi keyakinan, harta, kehormatan, akal  dan jiwa sesame muslim, melainkan semua manusia. Oleh karena itu membunuh orang lain, hanya karena beda agama, sama dengan mendustakan agama, karena agama mewajibkan melindungi keyakinan orang lain. Mencuri harta orang lain, hanya karena beda agama, adalah pendustaan terhadap agama, karena agama mewajibkan setiap pemeluknya melindungi harta sesame manusia. Dan seterusnya.

Maka, jika  ada manusia mengatasnamakan agama, meledakkan dirinya dengan bom, lalu menjadikan ratusan orang lainnya tewas dan terluka, buatku, itu dusta yang sedusta-dustanya. Aku sangat sedih, marah dan benci sekali pada orang yang menggunakan kata “Islam” untuk melakukan peledakkan bom ini.  Keji sekali. Gara-gara menggunakan kata negara “Islam”, banyak manusia lain yang kebetulan beragama Islam di banyak belahan dunia lain, terdustai dan menyerahkan nyawanya bulat-bulat untuk membunuh sesamanya, tanpa mengerti persoalan apa yang sesungguhnya diambisikan oleh para pendusta-pendusta itu. Membunuh, mempertontonkan pembunuhan melalui video, memperkosa perempuan-perempuan muda sebagai budak seks, menghalalkan pencurian, sama sekali bukan hal yang mengharumkan Islam, tapi membuat diskriminasi terhadap umat muslim semakin berat. 

Buatku, mereka tidak berhak mendapat simpati, apalagi dibela dan dihormati, sekalipun melalui sebuah pernyataan.  Akalku gagal memahami orang-orang Islam (Indonesia) yang membela mereka, hanya karena mereka memakai label Islam pada nama organisasinya. Mungkin perkosaan pada budak-budak seks itu juga akan dibela mati-matian dan disebut sebagai perkosaan syariah, hanya karena pelakunya membawa bendera yang ada kutipan Al Qur’annya.

Aku membayangkan, seandainya yang kutemukan dan banyak kubaca kemudian adalah penafsiran yang membenarkan pencurianku ketika Aliyah itu, mungkin saat ini aku berada dalam barisan orang-orang yang merasa keyakinannya dapat dijadikan alasan untuk menghalalkan mengambil apa yang bukan hakku dari orang selain Islam, apakah itu harta, nyawa, atau mengganggu keyakinan mereka.

Aku mengajak para guru, dosen, ustadz, kyai, nyai, gus, ning, mahasiswa, orang tua dan siapapun untuk memberi referensi tentang Islam yang ramah dan bersahabat kepada generasi masa depan. Benih-benih yang berpotensi pada penghalalan terhadap hak orang lain dengan kekerasan harus disingkirkan, kalaupun diberitahukan, bukan dalam rangka mengajarkan, melainkan mencegahnya agar tidak diikuti.


Semoga Tuhan memeluk ruh-ruh yang kembali dalam tragedi ini, dan memulihkan para keluarganya dan korban yang terluka. Semoga setiap kita makin berkomitmen terhadap tegaknya cinta kasih dan perdamaian.

AKU, ABAH DAN ALAT TUKANG (Sebuah Catatan tentang Hari Ayah, kemarin)


Aku termasuk orang yang terlambat tahu bahwa kemarin, tanggal 12 Nopember disepakati sebagai Hari Ayah Nasional. Menjelang tengah hari, adik-adiku ngajak ngobrol via inbox, mau merayakan hari ayah dengan bagaimana?Aku yang agak telat info malah bertanya memangnya kapan waktunya? Setelah diberitahu, kami lantas bersepakat bahwa malam hari akan berkumpul menemani Abah ngobrol dan makan malam, dengan membawakan kado spesial. 

Tentang kado ini, kami sempat bingung, apa yang special buat Abah? Kalau Ibu ditanya kado, hamper pasti akan menyebut satu kata: mukena, sehingga setiap hari Ibu atau lebaran, aku berusaha mencari mukena terbaik yang cocok dengan selera Ibu. Tapi Abah? Baju shalatnya yang berupa jubah putih jumlahnya sudah 15 (hadiah dari orang-orang pulang haji), sarungnya puluhan (hadiah dari banyak orang, sebagian besar diberikan lagi pada anak-anak yang pamit mau mondok atau kerabat yang mau nikah), baju baru tiap tahun juga cukup banyak (hadiah pula), jadi pakaian tidak special.

Setelah menimbang-nimbang berbagai barang, akhirnya, atas usul adikku, kami sepakat memberi hadiah mesin pertukangan. Ini erat hubungannya dengan aktivitas (entah hobi, entah pekerjaan) Abah tiap hari, yaitu membuat perkakas rumah dari kayu. Hampir semua kursi, lemari, ranjang, rak buku, meja dan lain-lain yang ada di rumah adalah hasil karya Abah sendiri. Setiap selesai mengerjakan satu barang, selalu dilanjutkan membuat barang lain, (kali ini sedang finishing lemari khusus jubah, yang didesain sangat tinggi, agar atasnya tidak dipakai menaruh barang apapun, dan kakinya diberi roda, agar mudah dipindahkan).

Adikku yang kebetulan di kota bertugas mencari di took, tetapi hingga sore belum menemukan. Akhirnya, jam 4 kurang 5 menit suamiku berangkat ke took besi dan mendapatkan mesin bor kayu.  Kata adikku, selama ini ketika butuh melubangi kayu, Abah selalu pinjam punya tetangga yang memang tukang professional. Akhirnya, malam hari tadi, kami berkumpul dan menyerahkan mesin bor ini yang dibungkus kertas kado motif batik. Kami bahagia sekali Abah menerimanya dengan gembira, katanya bor manual yang dimiliki agak sulit dipakai, dan beresiko tinggi terhadap kerusakan kayu.

Tentang bor kayu dan alat-alat tukang lainnya, aku punya kenangan khusus. Kata Abah, sejak umurku 2 tahun, aku sangat suka merebut segala alat tukang yang sedang dipakai Abah, lalu memainkannya seperti tukang dewasa. Itu berlangsung setiap hari. Kelas 1 SD aku sudah bisa menggorok kayu dan bamboo dengan baik, dan sering menebang pohon-pohon yang belum terlalu besar dengan gorok. Sampai sekarang, jejak-jejak kreatifitasku masih dapat terlihat. Tiang-tiang kayu di rumah, tidak ada yang sudutnya lancip, karena bekas menjadi objek kreatifitasku memakai tatah. Sayangnya jaman itu belum ada orang punya kamera, sehingga tingkahku yang menggemaskan (dan menyebalkan) tidak terekam. Sayangnya lagi aku tidak mengembangkan bakat ini dengan cukup baik.

Aku suka sekali dengan cara Abah memperlakukan kreatifitasku, yaitu tidak pernah memarahi atau melarangku, walaupun menukang identik dengan pekerjaan laki-laki.  Abah selalu mengalah, menghentikan pekerjaannya dan memilih istirahat, baru setelah aku puas bermain dilanjutkan lagi kerjanya. Kadang-kadang, Abah mengajariku cara memakai alat-alat itu, atau mengajariku membuat mainan dari sisa-sisa potongan kayu yang berserakan. Setelah aku besar, Abah mengatakan alasannya: “Orang perlu bisa apa saja, kalau ada kesempatan belajar jangan sampai dilarang, semakin banyak yang dimampui, hidup akan semakin mudah dan mandiri”. Alasan lain, “Anak kecil itu masanya bermain, mencoba apa saja yang bisa dicoba, tidak perlu dilarang-larang, yang penting diawasi keamanannya. Anak yang terlalu sering dilarang mencoba, akan takut dan minder, akibatnya bakatnya tidak berkembang, tidak berani mencoba karena takut disalahkan, bisa mengurangi kecerdasan”

Aku bahagia sekali, Tuhan memberiku anugrah seorang ayah yang sangat sederhana tapi  memiliki komitmen sangat baik terhadap pelaksanaan hak-hak anak, terutama hak untuk bermain, belajar, tumbuh kembang dan perlindungan dari segala bahaya. Aku senantiasa memintakan beliau panjang umur, sehat selalu dan senantiasa memberikan dedikasinya bagi keluarga dan masyarakat.


ILUSI TENTANG HARTA DAN KEMOLEKAN

Ada dua teman yang baru saja mengajakku berdiskusi tentang rumah tangganya. Sakinah, mawaddah dan rahmah sebagaimana yang dicita-citakan dulu menurut kedua temanku ini belum dapat dirasakan. Di antara mereka ada keserupaan pernyataan tentang pasangannya.
Teman yang perempuan mengatakan, “Kesalahan terbesarku adalah memutuskan menerima lamaran lebih karena pertimbangan keluarganya, dan menganggap tidak merasa perlu mengetahui secara detail kepribadiannya. Yang aku tahu, orang tuanya kaya raya, pikirku dia pasti punya bagian atas harta orang tuanya, mana mungkin ada orang tua kaya yang akan membiarkan anaknya hidup miskin. Wajar dong perempuan ingin bersuamikan orang kaya agar dapat hidup sejahtera. Ternyata, dia tidak punya etos kerja, terlalu menikmati kekayaan orang tuanya sehingga malas bekerja, menghabis-habiskan jatah hartanya untuk berjudi dan berfoya-foya, jadilah kami menjadi pasangan termiskin dalam keluarga besar mereka, terlilit banyak hutang dan bertengkar terus menerus. Seharusnya dulu aku berusaha mengenal lebih jauh siapa dia secara pribadi, bukan hanya memikirkan harta dan orang-orang di sekitarnya”
Temanku yang satunya, laki-laki mengatakan, “Pertimbanganku memilih istri sederhana sekali, ‘yang pantas diajak kondangan’, alias cantik dan molek. Aku terpesona oleh kecantikannya yang mirip artis favoritku, Nikita Willy. Aku membayangkan, kalau menikah dengannya, pasti semualaki-laki akan memandangku dengan iri dan cemburu. Soal lain, aku pikir akan mudah dibicarakan. Ketika orang-orang mengingatkanku apakah aku telah mantap dan mengenalnya dengan baik, aku jawab ‘gampang, nanti sambil jalan bisa mengenal lebih dekat, bisa diatur, yang penting dia sudah bilang mau nikah denganku’. Ternyata, belum setahun menikah, aku merasa hidup bagai di neraka, dia bukan tipe orang yang bisa diajak bicara, bisanya memerintah, apa saja yang dia perintahkan aku harus ikuti, bahkan aku tidak boleh menjenguk ibuku yang sudah renta. Jika aku melanggar, dia mengancamku cerai. Aku benar-benar seperti budak cinta”
Terlepas dari isi diskusiku dengan keduanya, memilih orang untuk jadi suami atau istri adalah keputusan yang sangat penting dan akan berdampak sangat besar dalam hidup seseorang. Pilihan yang tepat, atau mendekati tepat, berpotensi akan membuat perkawinan bertabur bahagia dan tentram, sebaliknya, memilih orang yang tidak atau kurang tepat berpotensi akan seseorang kelelahan karena sebagian besar energinya dihabiskan untuk berperang, berusaha damai, berperang lagi hingga banyak agenda penting tidak sempat terurus.
Masalahnya, dalam masyarakat ada semacam mitos atau keyakinan yang salah kaprah bahwa bagi perempuan yang terpenting adalah suami yang mapan secara materi, karena perempuan dapat diibaratkan akan menumpang hidup pada suaminya, bukankah suami wajib menafkahi istrinya. Mitos serupa, bagi laki-laki yang terpenting adalah istri yang fisiknya indah dipandang, karena istri akan menjadi pelepas lelah suaminya setelah bekerja, akan digandeng ketika menghadiri kondangan, sehingga harus pantas dipamerkan. Mendapatkan perempuan yang indah dipandang seringkali dipandang sebagai prestasi besar laki-laki.
Itu mitos.
Faktanya, untuk bahagia, perempuan tidak hanya butuh harta. Apalah artinya harta, jika hidupnya terpenjara dalam perangai dzalim orang terdekatnya. Dalam keadaan seperti ini, aku yakin semboyan perempuan akan berubah, ‘harta bisa dicari bersama, yang penting tanggung jawab”. Faktanya juga, laki-laki tidak hanya butuh tubuh istrinya. Apalah arti tubuh yang molek, apabila perangainya bagaikan serigala atau majikan. Aku pastikan, imajinasi tentang prestasi menaklukkan perempuan cantik sama sekali tidak akan berguna dalam keadaan seperti ini.
Perempuan dan laki-laki membutuhkan orang yang sama, yaitu pendamping yang bisa diajak berbagi dan bekerjasama, yang berkomitmen mau tolong menolong, bekerja keras untuk keluarga dan tentu saja, setia. Jika komitmen ini ada, dalam keadaan berkekurangan, keduanya bisa saling mendukung, dalam berkelimpahan, keduanya bisa saling berterima kasih.
Kalau begitu, tidak boleh memilih suami yang mapan secara materi? tidak boleh memilih istri yang cantik jelita?”
Tentu saja boleh, tapi sebaiknya dicari informasi yang lengkap, agar ada gambaran yang jelas bahwa materi atau kecantikan itu akan dipakai sebagai sarana mencapai kebahagiaan bersama, bukan untuk mendzalimi pasangannya. Yang jelas, memilih adalah ijtihad, bisa benar bisa salah. Kalau benar bisa dinikmati, kalau salah bisa diperbaiki, apakah diperbaiki cara menikmatinya, atau diperbaiki pilihannya.

TUGAS PENGGANTI KETIDAKHADIRAN UNTUK BINTI NIKMATUL. (Mhs HES 3A)

 Tema: Kaidah-kaidah sosial

Identifikasi 30 jenis kaidah sosial yang oleh masyarakat setempat dipatuhi sebagai pedoman perilaku. Kelompokkan  kaidah-kaidah tersebut dengan kategori kaidah kesopanan, kaidah kesusilaan, kaidah kepercayaan dan kaidah hukum. Beri alasan dan penjelasan mengapa Anda memasukkan suatu kaidah ke dalam satu kategori.
Doc Google

2.      Tema: Lembaga-lembaga Sosial
Pilih tiga lembaga sosial, terdiri dari lembaga pendidikan, lembaga kesehatan dan lembaga ekonomi. Berdasarkan pendapat Gillin dan Gillin, uraikan ciri-ciri lembaga-lembaga tersebut agar masing-masing ciri dapat teridentifikasi secara kongkrit.
3.       
Tema: Pelapisan Sosial
Buatlah pengamatan dalam suatu masyarakat, kemudian buatlah diagram yang mencerminkan pelapisan sosial yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Anda harus menjelaskan apa dasar pelapisan tersebut. Berdasarkan diagram tersebut, amati perbedaan perlakuan masyarakat terhadap masing-masing anggota lapisan tersebut. Amati pula perlakuan hukum yang diterima masyarakat masing-masing lapisan ketika mengurus pelayanan di instansi pemerintahan.

Tugas diupload di blog, paling lambat tanggal 17 Nopember 2015.

Selamat mengerjakan.

MENOLAK DIBERI MOBIL, SIAPA TAKUT?

Seorang perempuan yang hampir tujuh tahun ditinggal suaminya tanpa kabar berita mendapat tawaran menggiurkan dari mertuanya, yaitu akan diberi sebuah mobil baru dan toko beserta isinya. Tawaran ini merupakan semacam kompensasi atau ganti rugi, sekaligus permohonan maaf akibat perbuatan anak mereka yang tidak bertanggung jawab. Kebetulan mertuanya seorang pengusaha perkebunan, dan di kotanya masuk kategori orang terkaya.

“Aku menolak”

“Kenapa?”

“Pemberian itu bersyarat, aku harus mau hidup bersama suamiku lagi. Buatku itu sangat berat, bukan karena aku tidak bisa memaafkan perbuatannya, tapi karena dia sama sekali tidak berubah, dia masih tetap seperti yang dulu, yang gemar berhutang untuk berfoya-foya, yang tidak punya itikad baik padaku dan anak-anak, bayangkan dia sendiri tidak pernah minta maaf, tidak pernah memberi sepeserpun uang, bahkan memanfaatkan nama ayahku untuk berhutang ke rekan-rekan ayahku, katanya untuk membiayai pengobatan ayahku. Itu kan fitnah dan pencemaran nama baik, ayahku tidak pernah minta dihutangkan, karena semua pengobatannya sudah dibayar asuransi. Yang paling berat buatku, dia gemar main perempuan, pernah kumpul kebo dua tahun, bahkan ketika masih bersamaku dulu sering membawa perempuan lain ke rumah ibunya, aku tidak percaya watak itu bisa berubah ”

“Tapi kan mertuamu baik?”

“Memang, tapi mertua kan tidak sama fungsinya dengan suami. Apa gunanya fasilitas berlimpah tapi orang terdekat kita berperangai sangat buruk. Buatku, harta bukan jaminan bahagia, harta bisa dicari, tidak harus mempertaruhkan hidupku demi harta. Kalau aku ingin punya mobil, aku akan bekerja lebih giat, kalau aku ingin punya took, aku akan menabung lebih besar, sekarang aku masih fokus menjual produkku via online dan memanfaatkan rumahku untuk bengkel kerja dan show room. Aku yakin, kalau mau berusaha, tidak ada yang mustahil”

“Kamu sudah mantap?”

“Sangat mantap.  Hidup sangat berharga untuk diserahkan dalam perangkap orang yang telah menorehkan sejarah kelam dalam hidupku dan tidak punya komitmen berubah.”

Umurnya belum genap 30 tahun, tetapi pengalaman telah mengajarkan ketegasan dan keberanian. Dia yang menikah hanya sehari setelah kelulusan SMA-nya, telah menjadi perempuan karang yang menolak menyerah pada gelombang. Ia tidak larut dalam keterpurukan atau meratapi nasib, melainkan berjuang keras tetap tegak dan tersenyum. Ia merintis usahanya sejak suaminya tidak lagi jelas ada di mana, dan alam membuktikan,  ia terlalu hebat untuk disepelekan.
Aku setuju dengan keputusannya.  
Doc Google

Perempuan tidak perlu silau oleh limpahan harta, terlebih jika limpahan itu mengandung gejala-gejala yang cukup jelas ke arah pembelengguan. Tidak perlu jatuh pada lubang yang sama, hanya demi mendapatkan sejumput harta. Tuhan Maha Pemurah, jika kita memintanya dengan cara yang disukai-Nya, Insyaallah semua akan diberikan, termasuk yang tidak diminta. Cara yang disukai antara lain adalah bekerja sebaik mungkin di bidang yang kita mampu, agar dengan itu kita dapat memberi manfaat kepada sesama, meminta dengan penuh kesungguhan dan kepasrahan serta berkomitmen membagi anugrah yang telah diterima. Dengan keringat yang dikucurkan sendiri, menurutku nikmat akan jauh lebih terasa, daripada mendapatkannya dengan menggadaikan harga diri.


Soal UTS Hukum Jaminan

Soal UTS Hukum Jaminan



Kelas dibagi menjadi lima kelompok.
Kelompok I : 1, 2, 3, 4,5,30
Kelompok II : 7, 8, 9,10,11,12
Kelompok III: 13, 14,15,16,17,18
Kelompok IV : 19, 20, 21, 22, 23, 28
Kelompok V : 6, 24, 25, 26, 27, 29
1.       Temukan orang yang memiliki pengalaman menjadikan tanahnya untuk jaminan hutangnya secara bawah tangan.
2.       Lakukan wawancara dengannya tentang: latar belakang penjaminannya, waktu pembuatan perjanjian, identitas para pihak,  hak dan kewajiban masing-masing, janji-janji (bila ada), penguasaan tanah dan hak pengelolaannya, bagaimana upaya pelunasan yang telah dilakukan, bagaimana mekanisme eksekusi yang disepakati, bagaimana mekanisme publikasi jaminan tersebut, mengapa perjanjiannya dilakukan secara bawah tangan dan tidak didaftarkan kepada badan pertanahan, bagaimana peran pejabat atau perangkat desa setempat, bagaimana pengetahuan orang tersebut tentang ketentuan-ketentuan hukum jaminan baik hukum positif maupun hukum adat.
3.       Diskusikan hasil wawancara dengan teman sekelompok.
4.       Berdasarkan hasil wawancara, secara individual (bukan kelompok) buatlah artikel minimal 1000 kata, meliputi: paparan hasil wawancara dalam bentuk cerita, analisis dan pendapat pribadi mengenai praktik penjaminan tanah tersebut dari sudut pandang normatif dan sosiologis, serta apakah praktik tersebut telah mencerminkan keadilan atau belum. Hasil wawancara dan diskusi diserahkan pada saat kuliah tatap muka.
5.       Unggah di blog masing-masing, maksimal hari Rabu, tanggal 18 Nopember 2015.
6.       Selamat mengerjakan, semoga sukses.

MENAGIH KEPADA ORANG YANG TIDAK BERHUTANG


Ada seorang teman laki-laki yang bercerita padaku, “Kemarin aku menegur istriku, karena sering cemberut di hadapanku, jarang tersenyum, eh dia malah tambah cemberut dan tidak mau ngomong, padahal kan aku sebagai suami ingin dia menjadi wanita salihah, aku baca di sebuah hadis katanya ciri-ciri wanita salihah harus menampakkan muka yang membuat suaminya senang, harus menentramkan, kalau sampai bermuka judes, cemberut, dan suami tidak ridho kan dia sendiri yang rugi, dosa kan? Nanti dibangkitkan dari kubur wajahnya hitam legam. Iya nggak?”

“Kamu sudah selidiki belum, dia bermuka tidak cerah itu karena apa? Jangan-jangan kamu sendiri penyebabnya?”
Pernikahan

“Aku sudah tau, gara-garanya dia capek, banyak kerjaan, ngurusi rumah tangga, ngurusin anak, ngurusin keperluanku, tapi bukankah itu resiko sebagai istri, kewajibannya dia, seharusnya dia ikhlas, nggak cemberut di hadapanku. Dia juga ingin jalan-jalan, tapi aku malas”
“Lalu, ketika melihat dia repot, apa yang kamu lakukan?”

“Ya, diam saja. Aku kan kerja di toko, cari uang untuk dia dan anak-anak, masa sampai rumah masih harus kerja. Aku kerja dari pagi sampai sore, jm 5 baru sampai rumah”
“Aku sarankan kamu belajar lagi agar tidak merasa sebagai pahlawan yang paling berjasa di rumah lalu boleh mengabaikan hak-hak istrimu”

“Loh, apa haknya dia yang aku langgar?”

“Banyak. Hak untuk istirahat sama banyaknya denganmu. Kalau kamu hanya kerja dari pagi sampai sore, kenapa kau tuntut dia bekerja dari fajar sampai tengah malam? Apa kau pikir dia mesin yang tenaganya seperti listrik? Perempuan juga manusia, tubuhnya punya hak istirahat. Kalau dia repot, kau seharusnya membantu, bukan memandangnya dengan menuntut lebih banyak. Kalau kerjamu mencari nafkah kau jadikan alasan untuk tidak membantunya, memangnya kau pikir dia kerja di rumah untuk siapa kalau bukan untuk kau dan anak-anak? Untuk dia sendiri? Bukan.. Jadi, jangan merasa peranmu paling penting sedunia, peran di rumah sama pentingnya dengan peran cari uang ”

“Yang kedua, sebelum kau menuntut istrimu selalu tersenyum dan bermuka cerah, kau harus belajar ilmu jiwa. Apa hal-hal yang wajar membuat orang tersenyum? Apa yang wajar membuat orang cemberut? Kalau sumber masalahnya itu ada padamu, kau sama saja dengan orang yang menagih utang pada seseorang padahal dia tidak berhutang padamu”

“Ketiga, jangan cuma baca hadis yang membuatmu tampak lebih penting. Baca juga hadis tentang Khalifah Umar ibn Khathab. Beliau itu pemimpin negara, tapi ikhlas diomeli istrinya, bukan hanya dicemberuti, karena dia sadar bahwa istrinya mengerjakan tugas-tugas rumah tangga yang menurut Umar itu semua bukan tanggung jawab istri, melainkan tanggung jawab dia sebagai kepala rumah tangga. Beliau dicemberuti dan diomeli hanya diam, jangankan menuntut istrinya bersikap lebih baik, menegur agar menghentikan omelannya saja tidak dilakukan. Baca juga hadis yang meriwayatkan Rasululloh SAW yang biasa melayani dirinya sendiri, melayani keluarganya, dan tidak merasa harga dirinya turun karena melakukan itu semua. Apa kau merasa lebih terhormat dibandingkan kedua manusia yang amat sangat mulia ini sehingga tidak ridho dicemberuti istri yang kecapekan karena mengurusmu?”

Dia diam.

“Kalau kau ingin istrimu berubah, kau sendiri yang harus berubah duluan. Kalau kau ingin dia selalu tersenyum, hentikan kebiasaanmu yang membuatnya tidak tersenyum. Kau bisa bantu pekerjaannya di sisa waktu kerjamu, kau bisa ajak dia refreshing, beri kejutan manis, atau lainnya. Jangan berlaku standar tapi minta layanan spesial. Shalihkan dulu dirimu, sebelum menuntut dia menjadi shalihah. Jangan membayangkan dia akan dibangkitkan dengan muka hitam legam, padahal kau juga tidak tau akan dibangkitkan dengan muka bagaimana. Insyaallah dengan mau memulai berubah, dia ikut berubah, kalian akan sama-sama mendapat ridho Tuhan, karena kalian saling meridhoi”

Pengunjung Blog